
Situasi internal Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah menjadi sorotan setelah Wakil Gubernur Erwan menyampaikan keluhan terbuka terhadap Sekretaris Daerah (Sekda) Herman. Dalam pernyataannya, Erwan menyoroti absennya Sekda dari kantor serta pengambilan peran yang dinilai tidak sesuai porsinya.
Ketidakhadiran Sekda dan Polemik Koordinasi Pemerintahan
Dalam struktur pemerintahan daerah, Sekretaris Daerah memiliki peran sentral sebagai koordinator administrasi dan penghubung antar perangkat daerah. Namun, menurut Erwan, Herman justru sering terlihat turun ke lapangan dan jarang berada di kantor. Kondisi ini menimbulkan kekosongan koordinasi, khususnya dalam menyikapi hasil temuan lapangan oleh gubernur dan wakilnya.
Wagub menegaskan bahwa idealnya peran lapangan dijalankan oleh kepala daerah dan wakilnya, sementara Sekda berfokus di pusat kendali birokrasi. Ketidakhadiran fisik Herman pun dianggap sebagai absennya pengawasan administratif terhadap kelanjutan program prioritas, salah satunya “Jabar Istimewa”.
Imbasnya pada Proses Administrasi dan Pelantikan Dinas
Lebih lanjut, kekecewaan Erwan memuncak saat ia tidak mendapatkan informasi apapun mengenai pelantikan sejumlah kepala dinas. Padahal, proses administratif pelantikan semestinya melewati koordinasi Sekda, termasuk pengiriman undangan dan penjadwalan kegiatan.
Ketidakterlibatan Wagub bukan hanya soal etika birokrasi, tetapi mencerminkan adanya potensi ketidakterbukaan dalam manajemen internal pemerintahan.
Hal ini juga menimbulkan pertanyaan lebih besar mengenai sejauh mana para pimpinan saling mengandalkan komunikasi terbuka untuk memastikan keterlibatan lintas lini, terutama dalam keputusan strategis yang menyangkut struktur organisasi daerah.
Potensi Konflik Kepentingan dalam Ketidakharmonisan Elit Pemprov
Kondisi disharmoni antara Wakil Gubernur dan Sekda membuka ruang spekulasi bahwa ada oknum tertentu yang bisa memanfaatkan situasi ini untuk menciptakan instabilitas.
Ketika dua tokoh penting tidak berada dalam frekuensi yang sama, maka celah konflik terbuka bagi pihak-pihak yang berkepentingan, baik dari dalam maupun luar struktur pemerintahan.
Kesenjangan popularitas juga bisa menjadi faktor pendorong pergesekan. Di satu sisi, Gubernur Dedi Mulyadi dikenal aktif dan populer di lapangan.
Di sisi lain, Wakil Gubernur yang secara struktural berada lebih tinggi dari Sekda justru merasa tak diberi ruang dalam pengambilan keputusan. Ketidakseimbangan ini berpotensi merusak soliditas tim kerja, jika tidak segera dijembatani melalui dialog terbuka.
Harapan Akan Tata Kelola Kolaboratif Demi Visi Jabar Istimewa
Di tengah tantangan tersebut, penting untuk mengembalikan semangat kolaboratif di antara pemimpin daerah. Visi besar seperti “Jabar Istimewa” tidak bisa berjalan jika komunikasi internal tersendat.
Diperlukan komitmen bersama untuk memperkuat jalur koordinasi, memulihkan kepercayaan, dan memastikan bahwa semua kebijakan diambil melalui mekanisme yang inklusif.
Gubernur, Wakil Gubernur, dan Sekretaris Daerah memegang kunci stabilitas birokrasi. Jika masing-masing pihak menjalankan peran secara proporsional, maka roda pemerintahan akan berjalan lebih efektif dan harmonis.
Referensi:
- metrotvnews.com – 30/06/2025
0Komentar
Jangan lupa kasih komentar yaaa :D